Dari Grup: Bedah Buku2
DO’A
———-
Oleh: Ustad Kholid Syamhudi, Lc
Tidak dapat dipungkiri setiap orang ingin do’anya terkabulkan. Alangkah indahnya bila hal itu didapatkan dan alangkah celakanya bila do’a kita dipastikan tidak dikabulkan.
Perlu diingat Allah adalah Dzat yang maha pengasih dan penyayang kepada hambaNya. Apalagi Dia senang hambaNya berdo’a, menghadap dan menampakkan kefakiran (kebutuhan)nya kepada Allah. Ditambah lagi Allah tidak akan menolak hambaNya yang memohon dengan mengangkat kedua tangannya, sebagaimana dijelaskan Rasululloh dalam sabdanya:
إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا
Sesungguhnya Rabb kamu –Tabaraka wata’ala- Hayiyun karimun, ia malu dari hambaNya apabila mengangkat kedua tangannya untuk membiarkannya tidak membawa apa-apa. (HR Abu Daud )
Mengapa kita berdoa
a. Mengamalkan perintah Allah:
[وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ] (غافر:60)،
Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.”. (QS al-Mukmin:60)
Dan firman Allah :
[وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ] [الأعراف:29].
Berdoalah kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. (QS al-A’rof:29)
b. Mencegah sifat takabbur
“وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ” [غافر:60].
Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina”.(QS al-Mukmin:60).
Imam asy-Syaukani menjelaskan ayat ini: Ayat yang mulia ini menunjukkan doa merupakan ibadah, karena Allah memerintahkan hambaNYa untuk berdoa kepadaNya, kemudian Dia berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku” sehingga menunjukkan doa adalah ibadah dan tidak berdoa kepada Allah adalah kesombongan dan tidak ada yang lebih buruk dari kesembongan seperti ini. Bagaimana seorang hamba sombong tidak mau berdoa kepada sang maha penciptanya, pemberi rezekinya, yang mengadakannya dari ketidak adaan dan menciptakan seluruh alam semesta, member rezeki, menghidupkan, mematikan, memberi pahala dan siksaan. Jelaslah kesombongan seperti ini adalah satu kegilaan dan cabang dari kufur nikmat. (Tuhfat adz-Dzaakirin karya imam Muhammad bin Ali asy-Syaukani hlm 28)
c. Doa adalah ibadah
Hal ini dijelaskan dalam hadits an-Nu’man bin Basyir yang berbunyi:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ_صلى الله عليه وسلم_ قَالَ:”الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ”
Sesungguhnya Rasulullah bersabda: doa adalah ibadah. (HSR at-Tirmidzi)
d. Doa adalah amalan yang dicintai Allah dan menjadi sebab mencegah kemurkaan Allah.
Seperti dijelaskan sahabat Abdullah bin Mas’ud dari Rasulullah beliau bersabda:
مَنْ لَمْ يَسْأَلِ اللهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ
Siapa yang tidak meminta kepada Allah niscaya Allah murka padanya. (HHR at-Tirmidzi) hadits ini menunjukkan keridhaan ilahi ada pada doa dan ketaatan. Apabila Allah ridha maka semua kebaikan ada pada keridhanNya, sebagaimana semua petaka dan maksiat ada pada kemurkaanNya. (lihat al-Jawaab al-Kaafi hlm 8-9).
Benar ungkapan :
لاَ تَسْأَلَنَّ بُنَيَّ آدَمَ حَـاجَةً *** وَسَلِ الَّذِيْ أَبْوَابُهُ لاَ تُحْجَبُ
اللهُ يَغْضَبُ إِنْ تَرَكْتَ سُؤَالَهُ*** وَبُنَيُّ آدَمَ حِيْنَ يُسْأَلُ يَغْضَبُ
e. Doa adalah tanda ketawakkalan kita kepada Allah.
f. Doa adalah tanda keselamatan dari sifat ketidak mampuan, berdasarkan hadits Abu Hurairoh yang berbunyi:
أَنَّ النَّبِيَ_صلى الله عليه وسلم_قاَلَ:”أَعْجَزُ النَّاسِ مَنْ عَجِزَ عَنِ الدُّعَاءِ، وَأَبْخَلُ النَّاسِ مَنْ بَخِلَ بِالسَّلاَمِ”
Sesungguhnya Nabo bersabda: Orang yang paling tidak mampu adalah orang yang tiodak mampu berdoa dan orang yang paling bakhil adalah orang yang bakhil ngucapkan salam (HR Ahmad dan at-Tirmidzi dan dihasankan al-Albani dalam Shahih al-Jaami’ no 5678
g. Hasil dari doa yang sdh dapatkan jaminan –dengan izin Allah- terkabulkan.
11 مَا عَلَى الْأَرْضِ مُسْلِمٌ يَدْعُو اللَّهَ بِدَعْوَةٍ إِلَّا آتَاهُ اللَّهُ إِيَّاهَا أَوْ صَرَفَ عَنْهُ مِنْ السُّوءِ مِثْلَهَا مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ إِذًا نُكْثِرُ قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ
Tidak ada seorang muslim dimuka bumi ini berdo’a kepada Allah kecuali Allah akan memberikannya atau dipalingkan darinya kejelekan seperti itu selama tidak berdoa dengan dosa atau memutus kekerabatan. Lalu seorang dari kaum berkata: Kalau begitu kita memperbanyak (do’a)! beliau menjawab: Allah lebih banyak lagi (memberinya). (HR at-Tirmidzi dan dishohihkan dalam kitab Shohih kitab al-Adzkaar karya Syeikh Salim al-Hilali).
Imam Ibnu Hajar menyatakan: Semua orang yang berdoa akan diijabahi, namun ijabahnya bervariasi, kadang terjadi seperti yang diminta dan kadang dengan gantinya. (lihat Fathul bari 11/95)
h. Doa menjadi sebab menolak bala sebelum turunnya, berdasarkan sabda Rasulullah :
“وَلاَ يَرُدُّ الْقَدَرَ إِلاَ الدُّعَاءُ”
Tidak menolak takdir kecuali do’a (HR Ahmad dan ibnu Majah dan dihasankan al-Albani dalam shahih al-Jaami’ no. 7687 dan juga lihat Silsilah Ahadits shahihah no 154)
Demikian juga setelah datangnya bencana dan bala’ juga manfaat, seperti dijelaskan dalam sabda Rasulullah:
“مَنْ فُتِحَ لَهُ مِنْكُمْ بَابُ الدُّعَاءِ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ، وَمَا سُئِلَ اللهُ شَيْئًا يُعْطُى_ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ الْعَافِيَةَ، إِنَّ الدُّعَاءَ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ؛ فَعَلَيْكُمْ عِبَادَ اللهِ بِالدُّعَاءِ) (20).
Siapa dari kalian yang dibukakan pintu doa, maka telah dibukakan untuknya pintu-pintu rahmat. Tidaklah Allah diintta sesuatu yang diberi lebih dicintaiNya dari permintaan afiyat. Sesungguhnya doa bermanfaat dari petaka yang terjadi dan dari yang belum terjadi. Maka hendaklah -wahai hamba Allah- untuk berdoa. (HR at-Tirmidzi dan dihasankan al-Albani dalam shohih al-Jaami’ 3409) .
i. Doa menjadi sifat hamba Allah yang bertakwa. Seperti dijelaskan Allah dalam firmanNya:
“إِنَّهُمْ كَانُوْا يُسَارِعُوْنَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوْا لَنَا خَاشِعِيْنَ” [الأنبياء: 90]
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada kami. (QS al-Anbiya’ :90).
Juga menjelaskan kepada kita tentang hamba-hamba Allah yang shalih dalam firmanNya:
“وَالَّذِيْنَ جَاءُوْا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلاً لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ” [الحشر:10]
dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”
Ada berita gembira yang disampaikan Rasululloh kepada kita, yaitu sabda beliau:
مَا عَلَى الْأَرْضِ مُسْلِمٌ يَدْعُو اللَّهَ بِدَعْوَةٍ إِلَّا آتَاهُ اللَّهُ إِيَّاهَا أَوْ صَرَفَ عَنْهُ مِنْ السُّوءِ مِثْلَهَا مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ إِذًا نُكْثِرُ قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ
Tidak ada seorang muslim dimuka bumi ini berdo’a kepada Allah kecuali Allah akan memberikannya atau dipalingkan darinya kejelekan seperti itu selama tidak berdoa dengan dosa atau memutus kekerabatan. Lalu seorang dari kaum berkata: Kalau begitu kita memperbanyak (do’a)! beliau menjawab: Allah lebih banyak lagi (memberinya). (HR at-Tirmidzi dan dishohihkan dalam kitab Shohih kitab al-Adzkaar karya Syeikh Salim al-Hilali).
Dalam hadits ini dijelaskan Allah menjanjikan pengabulan do’a seorang muslim, namun tentunya bila syarat-syaratnya terpenuhi.
Syarat-syarat do’a.
Para ulama menjelaskan syarat-syarat terkabulkannya do’a, diantaranya:
1. Ikhlas.
Demikianlah dalam berdo’a harus ikhlas semata mengharap kepada Allah, sebab do’a adalah ibadah dan ibadah tidak diterima tanpa ada keikhlasan
2. Tidak tergesa-gesa
Manusia makhluk yang suka tergesa-gesa dan gampang putus asa sehingga bila do’anya tidak segera tampak hasilnya, iapun meninggalkannya dan bosan berdoa bahkan bias marah dan menyalahkan Allah. Oleh karenanya sifat tergesa-gesa ini menjadi penghancur do’a sebagaimana disabdakan Rasululloh :
لَا يَزَالُ يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الِاسْتِعْجَالُ قَالَ يَقُولُ قَدْ دَعَوْتُ وَقَدْ دَعَوْتُ فَلَمْ أَرَ يَسْتَجِيبُ لِي فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ
Senantiasa Allah mengabulkan do’a hambaNya selama tidak berdo’a dengan dosa atau memutus kekerabatan, selama tidak tergesa gesa. Ada yang bertanya: Wahai Rasululloh apa itu ketergesaan (dalam do’a)? beliau menjawab: Hamba itu menyatakan: Saya telah berdo’a dan telah berdoa namun belum saya lihat Allah mengabulkannya. Lalu ia menyesal ketika itu dan meninggalkan do’a. (HR Muslim)
Seharusnya seorang hamba terus menerus berdo’a dan memperbanyak do’a dan tidak menunggu dikabulkannya sebab pengabulan do’a semata hak Allah.
3. Berdoa kebaikan
Terkadang seseorang Karena tidak sabar berdo’a kejelekan kepada dirinya, anaknya dan keluarganya. Sebagaimana firman Allah:
Dan manusia mendo’a untuk kejahatan sebagaimana ia mendo’a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa. (QS. Al-Isra’ 17:11)
Dengan demikian do’a kejelekan tidak dikabulkan karena kelembutan dan sayangnya Allah kepada hambaNya. Namun jangan memperbanyak hal itu karena khawatir masuk dalam waktu Allah mengabulkan seluruh permintaan hambaNya, karena Rasululloh bersabda:
لاَ تَدْعُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، وَلاَ تَدْعُوْا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ، وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ؛ لاَ تُوَافِقُوْا مِنَ اللهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيْهَا عَطَاءً فَيَسْتَجِيْبُ لَكُمْ
Janganlah kalian berdo’a kejelekan kepada diri kalian, anak kalian dan harta kalian; jangan sampai kalian masuk dalam waktu Allah diminta permintaan padanya lalu mengabulkan do’a kalian (HR Muslim).
4. Yakin dan hadirnya hati dalam berdo’a
Dalam berdo’a kita menghadap Allah dan menyampaikan hajat kebutuhan kita kepadaNya. Tentunya tidak pantas kita menyampaikan ucapan yang tidak kita fahami makna dan kandungannya sehingga akhirnya hati kita tidak hadir dan tidak yakin dengan do’a tersebut. Padahal Rasululloh bersabda:
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ
Berdo’alah kepada Allah dalam keadaan yakin dikabulkan dan ketahuilah Sesungguhnya Allah tidak mengabulkan do’a orang yang hatinya lalai dan main-main. (HR at-Tirmidzi dengan derajat hasan).
5. Makanan dan minuman harus halal.
Makanan yang halal memberikan pengaruh terhadap dikabulkannya do’a, sebagaimana dijelaskan Rasululloh dalam sabdanya:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالَى : ,يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً – وَقاَلَ تَعَالَى : , يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ – ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ ياَ رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ .
Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya dengan firmannya : Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalehlah. Dan Dia berfirman : Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalanan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata : Ya Robbku, Ya Robbku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan. (Riwayat Muslim).
Adab dalam Berdoa
Adab dalam berdoa dapat dibagi dalam beberapa kategori:
a. Tata cara
Rasulullah menyampaikan beberapa adab dan etika dalam tata cara berdoa, diantaranya:
1. Memuji Allah sebelum berdoa dan bershalawat kepada Nabi, berdasarkan hadits Fadhaalah bin Ubaid beliau berkata:
بَيْنَمَا رَسُوْلُ اللهِ قَاعِدًا إِذْ دَخَلَ رَجُلٌ، فَصَلَّى فَقَالَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ، وَارْحَمْنِيْ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ”:”عَجَلْتَ أَيَّهَا الْمُصَلِّي، إِذَا صَلَّيْتَ فَقَعَدْتَ فَاحْمَدِ اللهَ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ، وُصَلِّ عَلَيَّ ثمُ َّادْعُهُ”.ثُمَّ صَلَّى رَجُلٌُ آخَرُ بَعْدَ ذَلِكَ، فَحَمِدَ اللهَ، وَصَلَّى عَلَى النَّبِي”، فَقَالَ لَهُ النَّبِي”:أَيُّهَا الْمُصَلِّي ادْعُ تُجَبْ
Ketika Rasulullah duduk tiba-tiba masuk seorang lalu sholat dan berkata: Ya Allah ampunilah dan rahmatilah aku. Lalu Rasulullah menyatakan: Wahai orang yang shalat kamu telah terburu-buru. Apabila kamu sholat lalu duduk maka pujilah Allah dengan pujian yang pantas dan bersholawatlah kepadaku kemudian baru berdoa! Kemudian seorang lain selesai sholat setelah itu lalu memuji Allah dan bersholawat kepada Nabi. Maka Nabi berkata kepadanya: Wahai orang yang shalat berdoalah pasti akan diijabahi. (HR at-Tirmidzi dan Abu daud dan dihasankan al-Albani dalam Shohih al-Jaami’ no. 3988). Bahkan Nabi menyatakan:
“كُلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوْبٌ، حَتَّى يُصَلِّيَ عَلَى النَّبِي- صلى الله عليه وسلم-
Semua doa tehalangi hingga bershalawat kepadaku (HR ath-Thabrani dan dihasankan al-Albani dalam shahih al-Jaami’ no. 4523).
2. Mengakui dosa dan kesalahannya, oleh karena itu doa nabi Yunus termasuk doa yang teragung karena berisi pengakuan pada keesaan Allah dan pengakuan dosa dan kesalahan yang telah dilakukannya. Allah mengisahkan doa beliau dalam firmanNya:
:”فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ” [الأنبياء: 87] (29).
Maka ia menyeru dalam Keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha suci Engkau, Sesungguhnya aku adalah Termasuk orang-orang yang zalim.” (QS al-Anbiya’ : 87).
Sebagai contoh adalah doa sayyid al-Istighfar yang disampaikan dalam hadits Syidaad bin Aus dari Nabi صلى الله عليه وسلم bahwa beliau bersabda:
“سَيِّدُ الاِسْتِغْفَارِ أَنْ يَقُوْلَ الْعَبْدُ: اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ. مَنْ قَالَهَا فِي النَّهَارِ مُوْقِنًا بِهَا فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيْ _ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوْقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ _ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ”
Sayyid al-Istighfar adalah ucapan seorang hamba: () barang siapa yang mengucapkannya disiag hari dalam keadaan yakin dengannya lalu mati dihari tersebut sebelum sore maka ia termasuk penduduk syurga dan siapa yang mengucapkannya di malam hari dalam keadaan yakin dengannya lalu mati sebelum subuh maka ia termasuk penduduk syurga.(HR al-Bukhori).
3. Khusyu’ dan memohon dengan sangat dan berharap dan cemas dalam berdoa, seperti dijelaskan dalam firman Allah:
“إِنَّهُمْ كَانُوْا يُسَارِعُوْنَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوْا لَنَا خَاشِعِيْنَ” [الأنبياء: 90].
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada kami.
4. Sungguh-sunggu dan pasti dalam memohon. Seperti dijelaskan Nabi dalam sabdanya:
“لاَ يَقُوْلَنَّ أَحَدُكُمْ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ إِنْ شِئْتَ، اللَّهُمَّ ارْحَمْنِيْ إِنْ شِئْتَ، لِيَعْزَمِ الْمَسْأَلَةَ؛ فَإِنَّهُ لاَ مُسْتَكْرَهَ لَهُ”
Janganlah salah seorang kalian mengucapkan: Ya Allah ampunilah aku bila kamu kehendaki, ya Allah rahmatilah aku bila Engkau kehendaki. Hendaknya sungguh-sungguh dalam meminta karena Allah tidak akan terpaksa. (Muttafaqun ‘alaihi)
5. Berdoa dalam segala keadaan, seperti dijelaskan Rasulullah dalam sabdanya:
“مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَسْتَجِيْبَ اللهُ لَهُ عِنْدَ الشَّدَائِدِ وَالْكُرَبِ _ فَلْيُكْثِرْ مِنَ الدُّعَاءِ فِي الرَّخَاءِ”
Siapa yang ingin Allah kabulkan doanya ketika kesusahan dan bencana maka perbanyaklah doa ketika longgar (HR at-Tirmidzi dan al-Haakim dan dihasankan al-Albani dalam shahih al-Jaami’ no. 6290)
Mari mumpung sdg tdk sempit perbanyak doa
6. Menghadap kiblat.
7. Mengangkat tangan. Memang demikian karena mengangkat tangan dalam berdo’a pada asalnya disyari’atkan dalam hadits-hadits yang mutawatir maknawi dalam banyak kondisi dan peristiwa, baik berupa perbuatan ataupun perkataan beliau صلى الله عليه وسلم .
Diantara hadits yang menunjukkan beliau صلى الله عليه وسلم mengangkat tangan adalah hadits Abu Musa al-Asy’ari yang berbunyi:
دَعَا النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ وَرَأَيْت بَيَاض إِبْطَيْهِ
Nabi berdo’akemudian mengangkat kedua tangannya dan aku melihat putih ketiak beliau. (Mutafaqun ‘alaihi)
Sedangkan dari pernyataan beliau adalah sabda beliau yang berbunyi:
إِنَّ اللهَ حَيِيٌّ كَرِيْمٌ يَسْتَحْيِيْ مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ إِلَيْهِ يَدَيْهَ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرَاً.
Sungguh Allah itu Hayyiyun Kariemun malu dari hambaNya apabila mengangkat kedua tangannya kepadaNya untuk tidak mengabulkannya. (HR abu Daud dan at-Tirmidi dan dihasankan al-Albani dalam shahih al-Jaami’ 2070)
Agar jelasnya kami berikan satu kaedah tentang mengangkat tangan dalam berdo’a yang disampaikan ulama yaitu mengangkat tangan dalam berdo’a dapat dibagi dalam tiga kategori:
1. do’a-do’a yang Nabi n mengangkat tangan padanya, seperti khothib berdo’a untuk istisqa’ (minta hujan), maka kita mengangkat tangan dalam hal ini, dengan dalil hadits riwayat al-Bukhori dari Anas bin Malik dalam kisah A’robi yang meminta beliau dalam khutbah jum’at utuk minta hujan, lalau beliau mengangkat kedua tangannya berdo’a dan orang-orangpun mengangkat tangan-tangan mereka.
2. Do’a-do’a yang Nabi tidak mengangkat tangan padanya, seperti berdo’a didalam khutbah jum’at bukan istisqa’ (minta hujan). Seandainya khothib berdo’a untuk kebaikan kaum muslimin atau pertolongan dan kemenangan untuk para mujahidin dalam khutbah jum’at maka ia tidak mengangkat tangannya. Demikian juga do’a diantara dua sujud, pada tahiyat akhir sebelum salam dan sejenisnya maka tidak mengangkat tangannya.
3. Do’a-do’a yang tidak diriwayatkan Nabi صلى الله عليه وسلم melakukannya dengan mengangkat tangan atau tidak mengangkat tangan, maka hukumnya kembali kepada asal yaitu diperbolehkan mengangkat tangan padanya.
** BBM AS SUNNAH **
Komentar Terbaru