Dari Grup: Assunnah8
Pesan
———-
أبو ريحان wrote:
Tilmidz (T) : Stadz tolong bantu dijawab; teman ana ngomong isbal hanya sunah. Maka dia nggak isbal saat di rumah sj, di luar tetap isbal?
Mudarits (M) : Gak benar, isbal itu haram karena Nabi mengancam pelakunya dengan api Neraka
T : Ustadz, bgmn hukumnya menggulung celana yg isbal, spy tdk isbal waktu sholat? Tapi setelahnya dilepas lagi gulungannya shg isbal lagi. Ana pernah denger kajian bhw mnggulung celana sprti itu haram jg hukumnya. Syukron, stadz…
T : Ana pernah baca hadistnya “رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melarang kami menyingsingkan legan baju” kalau ana tidak salah, mohon koreksinya ustadz…
T : Koreksi “رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melarang kami menyingsingkan lengan baju ketika sholat” betul ga ustadz?
T : Ustadz,bukankah masalah isbal adalah masalah fiqh yg berbeda pendapat para Ulama sejak zaman salaf? bgmn jika kita meyakini pendapat jumhur Ulama yg menyatakan bahwa isbal tidak sampai kepada haram, tp paling tinggi makruh. Bahkan sebagian dari mereka menghukumi mubah, sepanjang tidak sombong. جَزَاك اللهُ خَيْرًا
T : Hadits dr Abu Dzar menyatakan salah satu perkara dari 3 perkara yang mana اَللّهُ سبحانه وتعالى tidak akan mengajak bicara pd mereka nanti pd hr kiamat, juga tidak akan memandang, bahkan bagi mereka siksa yang pedih…adalah orang yang isbal
T : As-Syaikh Kholid Al-Muslih berkata: Mayoritas ulama baik yang bermazhab Maliki (sebagaimana dalam Muntaqa al Baji 7/226 dan al Fawakih ad Dawani 2/310), bermazhab Syafii (sebagaimana dalam Asna al Mathalib 1/278 dan al Majmu Syarh al Muhadzab 4/338) dan Hanabilah (sebagaimana dalam Kasysyaf al Qona’ 1/277 dan Mathalib Ulin Nuha 1/348) serta yang lainnya berpendapat bahwa isbal yang haram adalah isbal karena motivasi kesombongan.
T : Ana pernah dengar bahwa menggulung celana hanya akan melemahkan hati kita saja. Karena tidak isbalnya hanya ketika kita sholat aja. Kecenderungannya gulungan tersebut diluruskan setelah sholat
T : pendapat isbal boleh kalau tanpa khuyalaa’(sombong) adalah pendapat jumhur dari madzhab Maliki, Syafi’I dan Hambali. Demikian juga Ibnu Taimiyyah (Syarh Umdah hal. 360an) serta para ulama lain. Dari kalangan muta-akhkhirin juga banyak. Syaikh Khalid bin Abdullah. Al-Mushlih yang termasuk jejeran tetua dari para murid Imam Ibnu Utsaimin sekaligus menantu beliau dan salah seorang dari 4 orang murid beliau yang berhak menggantikan beliau di majelisnya pun berpendapat demikian. Kita tahu, bahwa Imam Ibnu Utsaimin berikut murid-muridnya dikenal cukup kuat dalam masalah ushul fiqh, Namun demikian silakan lihat bagaimana guru dan murid memiliki pendapat yang berbeda dalam masalah isbal ini. Keduanya menggunakan dalil-dalil yang sama serta kaedah ushul fiqih yang sama yaitu muthlaq dan muqayyad. Tetapi tentunya keduanya berujung pada kesimpulan yang berbeda. Imam Ibnu Utsaimin berhenti pada keseimpulan bahwa baik dengan khuyalaa atau tanpa khuyalaa hukumnya adalah haram. Hanya saja berbeda dalam adzabnya. Jika dengan khuyalaa maka diadzab dengan ini dan jika tanpa khuyalaa maka diadzab dengan itu. Adapun sang murid sekaligus menantu tersebut berhenti pada kesimpulan, yang haram adalah jika dengan khuyalaa…adapun jika tanpa khuyalaa maka tidak mengapa.
T : memang ada perbedaan pendapat, tapi pendapat yg paling rajih setahu ana menggabungkan semua dalil2 ancaman yang ada. Isbal tanpa kesombongan adalah berdosa, dilakukan dengan kesombongan PLUS dapet bonus tidak di ajak bicara oleh Allah, tidak dipandang Allah, tidak disucikan Allah bhkan kena adzab. Allahu a’lam
T : Perlu difahami bahwa al-haq ghaaliban ma’al jumhur. Sehingga ketika kita berbeda pandangan dengan jumhur, jangalah tergesa-gesa memutuskan. Kita harus meneliti dan mengkaji lebih mendalam, boleh jadi ada dalil lain yang digunakan oleh jumhur namun kita belum mengetahuinya. Ditambah lagi, hal yang kerap terjadi ketika kita memahami suatu dalil kemudian kita berdiskusi dengan orang lain maka setelah kita diskusi kitapun berubah pendapat mengikuti pendapat si orang tesbut. Demikian pula dalam masalah ini. Namun jika tampak bahwa ternyata kebenaran ada pada kita berdasarkan apa yang kita fahami dari Al-Qur’an dan As-Sunnah maka tidak masalah bagi kita untuk menyelisisi jumhur. Apalagi jika kita punya pendahulu atau kita mengikuti deretan para ulama yang memang mumpuni yang juga berpendapat sama dan menyelisihi jumhur tersebut, maka tentu ini merupaka murajjih (yang melegitimasi) bahwa pendapat kita memang benar, insya Allah. Dengan demikian, menyelisihi jumhur itu boleh, tapi selalu dan senantiasa menyelisihi jumhur, nah ini patut dicurigai!? (Copas dr tulisan ust.Abu Ishaq Umar Munawwir dg bbrp tambahan) والله أعلم بالصواب (tlg dikoreksi ya stadz….)
T : Klau ana pribadi, krn ini amalan yg dosanya ga main2, dan melakukannya amatlah mudah, ngapain ambil resiko di benamkan kedalam bumi? Knapa ambil resiko tdk disucikan Allah dst? Sdangkan mengamalkannya adalah mudah, mudah, mudah
T : Coba bgmn jika kita memandang pendapat inilah yg kuat: Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam syarah beliau untuk kitab Umdah al Fiqh hal 366 mengatakan, “Mengingat bahwa mayoritas dalil itu melarang isbal jika dengan kesombongan maka dalil yang melarang isbal secara mutlak itu kita maknai dengan isbal karena kesombongan. Sehingga isbal yang tanpa dorongan kesombongan itu tetap bertahan pada hukum asal berpakaian yaitu mubah. Jadi hadits-hadits yang melarang isbal itu didasari pertimbangan bahwa mayoritas lelaki yang isbal itu dikarenakan dorongan kesombongan”.
T : Sperti yg dikatakan ustadz firanda “Kita tidak mengatakan bahwa org yg brpendapat bahwa isbal hanyalah harom jika disertai kesombongan adl sesat atau dia termasuk ahlu bid’ah, namun kita katakan dia telah keliru (dan hrs diluruskan),bahkan kita katakan bahwa org yang mengeluarkan saudaranya dari lingkup ahlussunah lantaran saudaranya trsebut isbal adl justru yang hrs lebih diingkari.” مَاشَآءَاللّهُ luasnya ilmu fiqh
T : Dalam hadist shohih dikatakan adalah ” kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan org lain” apakah ketika kita isbal asal tdk sombong boleh? Sedangkan ketika kita telah tahu ancaman2 isbal, perintah utk tdk isbal tapi kita tdk menjalankannya berarti kita telah menolak kebenaran. sedangkan berkaitan dgn hadist diatas maka kita termasuk sombong ketika kita menolak perintah رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang notabenenya wahyu dari اَللّهُ سبحانه وتعالى. Terus secara logika kita apakah mungkin رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan para sahabatnya mengulungkan celana mereka ketika mau sholat. Yang pasti nggak kan ya, masa iya sblm sholat disuruh menaikan kainnya (itu kalo anggapan tidak isbal kalo sholat saja). Kemudian hadist larangan isbal sangat keras. Dan ganjarannya neraka salah satunya hadist dari a’isyah “barang siapa yang mata kakinya tertutupi kainnya maka letak mata kaki tsb di neraka (kurang lebih bgtu bunyinya), sedangkan ulama sepakat setiap dosa yang diganjar dengan neraka maka itu termasuk dosa besar….wallahu’alam itu yg ana pernah dengar mengenai isbal….tlg koreksi ustadz dan penjelasan
T : Stadz, perlu juga dibahas pengertian sunah. Krn banyak orang sunah dipahami sebagai yang boleh dikerjakan boleh tidak, karena banyak orang memahami sunah dalam pengertian boleh dikerjakan, boleh tidak
T : Ringkasan diskusi sebelumnya, ini dalili2nya: DALIL-DALIL HARAMNYA ISBAL
Pertama.“Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih. Rasulullah menyebutkan tiga golongan tersebut berulang-ulang sebanyak tiga kali, Abu Dzar berkata : “Merugilah mereka! Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab : “Orang yang suka memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” [Hadits Riwayat Muslim 106, Abu Dawud 4087, Nasa’i 4455, Darimi 2608. LihatIrwa’: 900]
Kedua.“Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” [Hadits Riwayat Bukhari 5783, Muslim 2085]
Ketiga.“Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi ersabda : “Apa saja yang di bawah kedua mata kaki di dalam neraka.” [Hadits Riwayat Bukhari 5797, Ibnu Majah 3573, Ahmad 2/96]
Keempat“Dari Mughiroh bin Syu’bah Radhiyallahu ‘anhu, adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Sufyan bin Sahl! Janganlah kamu isbal, sesungguhnya Allah tidak menyenangi orang-orang yang isbal.” [Hadits Riwayat. Ibnu Majah 3574, Ahmad 4/26, Thobroni dalam Al-Kabir 7909. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 2862]
Kelima“Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan” [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 770]
T : Kalo ana pribadi sederhana…..ketika datang perintah dari rasulullah صلى الله عليه وسلم baik fi’liyah maupun kauliyah….maka segera ana kerjakan, سَمِعْنَا وَ أَطَعْنَا
T : Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata, : “Saya lewat di hadapan Rasulullah sedangkan sarungku terurai, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegurku seraya berkata, “Wahai Abdullah, tinggikan sarungmu!” Aku pun meninggikannya. Beliau bersabda lagi, “Tinggikan lagi!” Aku pun meninggikannya lagi, maka semenjak itu aku senantiasa menjaga sarungku pada batas itu. Ada beberapa orang bertanya, “Seberapa tingginya?” “Sampai setengah betis.”[Hadits Riwayat Muslim 2086. Ahmad 2/33]
T : Terlepas ikhtilaf hukumnya….namun begitu banyak perintah dari rasulullah صلى الله عليه وسلم utk menaikkan sarung/celana hingga betis (tidak menutupi mata kaki)…bahkan umar bin khatab ketika beliau terluka karena ditombak, masih sempat menyuruh seorang pemuda utk menaikkan sarungnya karena isbal…wallahu’alam
M : Yang perlu di fahami juga dan ini diingatkan oleh ibnu Qayyim dalam kitab i’lamul muwaqqi’in bahwa para ulama salaf terdahulu seringkali memakai kata makruh utk makna haram, dan ini adalah bahasa Al Qur’an (contohnya Al Israa: 38). Karena makna makruh yang kita kenal itu munculnya belakangan hari, namun demikian semua ulama belakangan bersepakat bahwa makruh dgnistilah skrg termasuk dari larangan namun tidak sekuat yang haram Al Hafidz ibnu Hajar berkata: “Isbal itu mengharuskan menyeret kain, dan menyeret kain itu mengharuskan kesombongan walaupun ia tidak bermaksud sombong”. (Fathul baari 10/275).
M2 : Mhn maaf, kesimpulan bhw isbal tanpa sombong tdk haram adalah pendapat syaikhul islam kayaknya perlu ditinjau lg. Krn yang saya ketahui & pahami dr perkataan beliau di syarah umdah justru sebaliknya : HARAM secara MUTLAK Memang teks yg ada seperti yg dibawakan di group ini tp konteksnya yang perlu kita renungkan bersama (ini bkn menggurui ya,makanya ana mengatakan “perlu ditinjau lagi”, bisa saja justru ana yg salah)Beliau mengatakan dalam kitab Syarh ‘Umdah bhw mutlaq hrs dibawa ke muqayyad setelah membawakan dalil-dalil yg berbicara bhw ALLAH tidak melihat kepada orang yang musbil, dan dalil-dalil yg ada dlm hal ini ada yang mutlaq tanpa redaksi sombong & ada yang muqayyad dengan sombong. Lalu beliau mengatakan bhw yang mutlaq dibawa ke muqayyad, dan beliau membahas hal ini dlm fashl : wa yukrah isbal qamish wa nahwih isbal rida’ wa isbal sarawil wal izar wa nahwihima ‘ala wajhil khuyala’. Setelah pasal/pembahasan diatas, ada pasal berikutnya yang beredaksi : wa bikulli hal fassunnah taqshiruts tsiyab wa haddu dzalik ma baina nishfis saq ilal ka’b fama kana fauqal ka’b fala ba’sa bihi wama tahtal ka’bi fin nar. Artinya : maka sunnah Nabi adalah memendekkan pakaian (celana,sarung dll) dan batasannya adalah mulai dr setengah betis sampai mata kaki, maka apa yang diatas mata kaki hukumnya tidak apa-apa dan apa-apa yang di bwh mata kaki maka di neraka. Pendapat syaikhul islam yang mengharamkan isbal (baik sombong/tdk) dapat dilihat jg –دِ iqtidha’ shiratal mustaqim.
Timbul 2 pertanyaan dari ana mengenai diskusi hokum isbal ini :
Pertanyaan pertama : Apakah memang benar tidak haramnya isbal tanpa sombong itu pendapat jumhur ? Karena riwayat” dr imam ahmad yg ana ketahui itu mengharamkan isbal (sombong/tdk sombong). Contoh : diriwayatkn beliau berkata: aku tidak menyampaikan hadits dr fulan karena celananya sampai ke tali sendalnya (musbil). Dan setahu ana tidak ada perkataan dr imam abu hanifah dlm masalah ini (walaupun pendapat yang masyhur di ulama hanafiyah haram isbal jk sombong).
M2 : Namun beliau pernah mengatakan: idza shahhal hadits fahuwa madzhabi. Maka bukan suatu perkataan yg aneh jk kita katakan pendapat abu hanifah dlm hal ini sesuai dengan hadits-hadits yang berbicara ttg keharaman isbal (sombong/tidak sombong), sebagaimana penjelasan ibnul qayyim saat membahas perkataan (idza shahhal hadits fahuwa nadzhabi). Pengharaman isbal secara mutlak pun pendapat madzhab zhahiri, Imam bukhari, ibn hajar, ibnul arabi, ibnu abdil bar, abul abbas alqurtubi (3 yang terakhir ulama bermadzhab maliki), dll.
T : Ust,kl saya tidak salah dr pertanyaan akh bayu diawal diskusi…Bahwa isbal yg dilarang adl dengan kesombongan merupakan pendapat jumhur ulama…(Dlm kitab al umdah) dan bukan ijma’.. krn blh jadi ada dalil lain yg digunakan jumhur namun kita blm mengetahuinya (tlg koreksi stadz ya..) Tp sy pribadi lebih tenang ma pendapat harom isbal dengan atau tanpa khuyala’ sperti yg dikuatkan oleh syaikh muhammad. Pendapat isbal boleh kalau tanpa khuyalaa’(sombong) adalah pendapat jumhur dari madzhab Maliki, Syafi’I dan Hambali. Demikian juga Ibnu Taimiyyah (Syarh Umdah hal. 360an) (dr tulisan ust abu ishaq umar munawir)
M : Ustadz Nuzul sedang mengkritisi apakah benar bahwa makruh itu pendapat jumhur. Jadi tdk ada hubungannya dgn ijma’
M2 : Pertanyaan kedua kita sepakat ada khilaf di antara para ulama tapi yang jadi pertanyaan kapan dimulainya khilaf dlm masalah ini ? Apakah ada salah seorang dr shahabat yang berpendapat haramnya isbal hanya jk sombong? Atau memperinci hukum isbal dan bukan pengharaman secara mutlak? Karena kita kan punya kaidah : memahami alquran dan assunnah dengan pemahaman salaf. Dan jk tidak ada riwayat dr para shahabat bhw mereka memperinci hukum maka dlm ilmu usul fiqh : ini ijma’ sukuti bhw hukumnya haram scr mutlak. Perbuatan Umar yg mengingkari pemuda musbil menunjukkan kepada hal itu. Jadi pendapat yang memperinci harus mendatangkan riwayat dr para shahabat yang berfatwa dengan pendapat mereka. Dan jika tidak bs (ini yg saya ketahui), maka mereka hrs menerima bhw khilaf br muncul belakangan atau dlm ilmu usul khilaf b’d ijma’
Dan pendapat yg datang setelah masa shahabat mk tidak bs dibenarkan dlm kaidah. Oleh krn itu salah satu cara ulama (ini dilakukan olh syaikhul islam, syekh utsaimin,syekh albani, dll) menilai sebuah pendapat adalah dengan bertanya: man_sabaqaka minas salaf? (Atau dgn redaksi yg semakna) artinya siapa ulama salaf yang telah mendahului kamu dlm pendapat ini? Jika tidak ada yang mendahului dr kalangan salaf dan masalah tsb ada pada masa mereka dan bukan kontemporer, mk pedapat itu tidak benar krn menyelisihi madzhab shahabat atau dlm bhs ilmiah “ijma’ mereka”
Sampai disini dulu ya jazakumullah khaira.
Komentar Terbaru